Senin, 06 April 2009

Jika Malam

demi terak bulan

yang merayap di tubuhmu

akan kutahan waktu

hingga malaikat-malaikat tertidur


atau aku mendapatimu

serupa bunga melati yang merekah


jika malam panjang

kau dan aku akan menari

di atas pasir-pasir putih

serupa anak gelombang

membasahi semesta cahaya

sambil kutuliskan namamu

di atas dinding-dinding langit

tanda asmara paling sempurna


kelak akan lahir anak-anak hujan

yang membasahi alam raya


jika malam

cahayaku cahayamu memancar

di antara awan-awan tipis


sampai malam hanyalah sasmita-sasmita

rumah tanpa warna

tempat para pencinta

mencari rahasia


Yogyakarta, Februari 2009

Selasa, 16 September 2008

Catatan Malam 2

maka beginilah aku
melewati malam-malam di rumahmu
mengamini jejak-jejak waktu

di malam yang pertama
angin mengabariku
tentang cinta dan ikhwal setia


“jika dalam mimpimu
malam ini kau menemukanku
dengan rambut terurai panjang
maka sungguh,
itu karena aku
ingin kau selalu ada di diriku”

ada yang tersembunyi
pada kelopak matamu
yang belum sempurna rekah
serupa gigir bintang-bintang
di langit biru

kudengar
nyanyian anak sungai
mengalir setia
di muara dadamu
tapi tak ada ikan-ikan
atau pohon-pohon berbuah di pinggirnya

di malam yang kedua,
kuseret tubuhku ke halaman
angin telah lama tertidur
bulan tersungkur di pohon mangga
selembar daun kering gugur
seolah bersabda

“cinta serupa cahaya
menusuki celah gulita
sedang setia adalah gulita
yang mengabdikan dirinya
pada cahaya”

di malam yang ketiga,
aku berlari ke anak sungai
membawa sajadah panjang
tempat jasadku tersungkur
menumpahkan air mata

kulayarkan ia
ke laut lepas
jika tiba waktu merindu
ia akan menjelma sebuah perahu
tempat kau dan aku
tidur dan bercumbu

sebelum anak-anak musim
berlari jauh
menafsiri selendang jingga
di cakrawala

Yogyakarta, Juli 2008

Catatan Malam 1

mestinya malam ini
tak ada bulan
tapi karena mimpi kau tanggalkan
bintang-bintang pun berguguran
bumi bergeser
mencari titik semesta
cahaya api cinta
“... dan kita masih meminta pada yang tak bersuara,”
di langit,
malaikat-malaikat tertidur
sehabis membaca roman picisan
dan cerita telenovela
ia lupa bahwa ada hamba yang mengadu asmara
minta diamini ayah bunda
sementara sunyi dan udara dingin bertegur sapa
para pencinta berjejer rapi
di depan gerbang istana
lalu fajar pun terbuka
seperti sayap-sayap angsa putih
yang terbang di atas gelombang
laut yang menyala
angsa-angsa itu membawa kabar hari ini

: semalam, buku tamu harian Tuhan
tak ada yang mengisinya

entah, ini salah siapa?

Yogyakarta, 20 Juli 2008

Malam di Perantauan




Ibu,
kau kah yang bernyanyi
di atas gelombang laut
saat malam gigil
dan bulan menjelma perahu?

angin telah lama tertidur
buih-buih semakin memutih
mengingatkanku pada kain kafan
yang dulu kau bisikkan di pemakaman

Ibu,
kalau saja bintang-bintang yang bernyanyi
pada siapakah ia belajar
tembang olle ollang
syair kecintaan para nelayan
pulau garam?

aku berlari
menyusuri lipatan-lipatan pasir
hingga bayang-bayangmu
menjelma pecahan fajar

Ibu,
kuharap engkau
masih menjadi matahari
dalam kembara panjangku

Yogyakarta, 2007-2008

Jumat, 09 Mei 2008

Di Sungai Katandur

perempuan-perempuan mencelupkan sekujur tubuhnya
serupa tarian ikan sangkareng
harum cendana begitu sempurna
mengikuti irama angin yang merambat halus

di tepi sungai katandur
ada risalah yang terus mengalir
lebih bening dari biru rindu

orang-orang mungkin tak mengerti
bahwa empat abad yang silam
Jakotole menancapkan tongkatnya
pada seorang lelaki botak
yang hendak menyelipkan kepalanya
di ketiak potre koneng

matahari lindap
air merah menyala
sungai ini masih terus mengalir
tapi, risalahnya tak lagi sempurna?

Sungai Katandur, 2007